Rabu, 11 Januari 2012

perindustrian limbah batu bara

Rabu, 11 Januari 2012 |
Pemerintah dorong Industri gunakan batubara sebagai energi Alternative

   Melonjaknya harga bahan bakar minyak (BBM) akibat meroketnya harga minyak mentah dunia hingga melampaui US$ 60/barel telah memaksa pemerintah untuk meluncurkan program penghematan energi sekaligus mengkaji penggunaan berbagai sumber energi alternatif yang ketersediaannya cukup melimpah di dalam negeri, antara lain batubara. Karena itu, pemerintah mendorong kalangan industri di dalam negeri untuk menggunakan batubara sebagai sumber energi alternatif pengganti BBM.

    Pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif BBM perlu dilakukan mengingat Indonesia memiliki cadangan sumber batubara yang cukup banyak, yaitu mencapai sekitar 19,3 miliar ton, sementara cadangan dan produksi minyak bumi nasional dari tahun ke tahun cenderung menurun. Namun ternyata porsi pemanfaatan batu bara di dalam negeri selama ini masih relatif kecil. Dari produksi batubara nasional rata-rata per tahun sebesar 131,72 juta ton, yang dimanfaatkan di dalam negeri baru 32,91 juta ton/tahun, sedangkan selebihnya, yaitu sebanyak 92,5 juta ton diekspor ke luar negeri.

    Kondisi tersebut sangat ironis mengingat biaya penggunaan batubara sebetulnya jauh lebih murah ketimbang penggunaan BBM. Sebagai perbandingan, untuk memproduksi 1 ton steam jenuh 5 bar/jam dengan menggunakan batubara sebagai bahan bakar akan menghemat pengeluaran perusahaan sebesar Rp 415.119.048/tahun (20 jam produksi/hari, 300 hari operasi /tahun).

   Berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif dari BBM, maka pada hari Senin, 1 Agustus 2005, Menteri Perindustrian (Menperin) Andung A. Nitimihardja bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Rachmat Witoelar mengadakan temu wicara dan diskusi dengan kalangan dunia usaha di PT. Pan Asia Indosyntec Bandung Jawa Barat dalam rangka mencari masukan dan untuk mengetahui lebih jauh permasalahan yang dihadapi dunia usaha. Seusai temu wicara, dilanjutkan dengan meninjau Boiler milik perusahaan tersebut yang sudah menggunakan bahan bakar batu bara.

    Dalam sambutannya, Menperin yang didampingi Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka Deperin, Ansari Bukhari mengatakan bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor industri yang banyak menggunakan energi. Industri TPT yang paling banyak menggunakan energi adalah industri serat sintetis.

    Pada saat ini, industri serat sintetis yang menggunakan energi dari PLN (40%) dan dari pembangkit listrik sendiri (60%) namun sebagian besar dari pembangkit listrik tersebut masih menggunakan BBM.

    Untuk memenuhi kebutuhan 15 perusahaan serat sintetis anggota APSyFI (Asosiasi Produsen Serat Sintetis Indonesia) diperlukan 225.000 kilo liter solar dan 800.000 kilo liter minyak diesel per tahun.

    Dengan semakin mahalnya harga BBM, beberapa perusahaan industri serat sintetis telah mendiversifikasikan sumber energinya ke batubara. Penggunaan batubara pada industri serat sintetis untuk boiler dapat menurunkan biaya energi sebesar 30%, sedangkan untuk pembangkit listrik dapat menurunkan biaya energi sebesar 40%.

    Menperin mengatakan langkah ke depan yang akan dilakukan pemerintah adalah mendorong industri TPT untuk melakukan konservasi energi dan diversifikasi energi. Program konservasi energi akan dimulai dengan mendorong dunia usaha untuk melakukan audit energi, sedangkan program diversifikasi energi dilaksanakan dengan mendorong dunia usaha menggunakan batubara sebagai sumber energi alternatif.

    Terhadap kemungkinan adanya permasalahan yang muncul karena limbah batubara termasuk B3 (Bahan Beracun Berbahaya), tidak perlu dikhawatirkan mengingat saat ini sudah tersedia teknologi untuk menanggulanginya.

    Pemerintah, dalam hal ini Departemen Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup akan mendorong terus upaya konservasi energi dan diversifikasi sumber energi dari BBM ke batubara, dan akan memberikan bimbingan serta fasilitasi kepada industri.

    Sebagai tambahan informasi, industri TPT nasional selama ini memiliki kinerja yang cukup baik. Nilai ekspor TPT nasional pada tahun 2004 mencapai US$ 7,75 miliar atau naik sekitar 10,24% jika dibandingkan dengan nilai ekspor TPT Tahun 2003 yang mencapai US$ 7,03 miliar.

    Total nilai investasi yang telah ditanamkan di sektor industri TPT ini sampai tahun 2004 mencapai Rp 132,36 triliun atau sedikit mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2003 yang mencapai Rp 132,35 triliun. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap industri TPT (skala menengah dan besar) sampai tahun 2004 mencapai 1.184.079 orang, naik dari tahun 2003 yang mencapai 1.182.871 orang.

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

LINK TEMAN

  • darmian
  • mr darmianll
  • avan
  • mr avanll
  • Pengikut

     
    Copyright © perindustrian | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog