Minggu, 25 Desember 2011

perindustrian limbah rumah sakit

Minggu, 25 Desember 2011 |
LIMBAH RUMAH SAKIT

Limbah domestik biasanya berupa kertas, karton, plastik, gelas, metal, dan sampah dapur. Hanya 19% limbah domestik yang telah diolah dan dimanfaatkan kembali, sisanya limbah domestik dari rumah sakit masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.



Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Pebruari 2008 dilakukan pertemuan pertama (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestic di masing masing negara.



Pada saat ini masih banyak rumah sakit yang kurang memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan limbahnya. Pengelolaan limbah masih “terpinggirkan” dari pihak manajemen RS. Hal ini terlihat dalam struktur organisasi RS, divisi lingkungan masih terselubung di bawah bag. Umum. Pemahaman ataupun pengetahuan pihak pengelola lingkungan tentang peraturan dan peryaratan dalam pengelolaan limbah medis masih dirasa minim. Masih banyak yang belum mengetahui tatacara dan kewajiban pengelolaan limbah medis baik dalam hal penyimpanan limbah, incinerasi limbah maupun pemahaman tentang limbah B3 sendiri masih terbatas.



Data hasil pengawasan di DKI Jakarta per Juni 2005 menunjukkan bahwa dari 77 Rumah Sakit yang diawasi :

• Hanya 32 RS (40 %) yang mempunyai alat ukur debit

• Hanya 27 RS (35 %) yang melakukan swapantau

• Hanya 25 RS (32 %) yang memenuhi BMAL



Disamping itu, hasil kajian terhadap rumah sakit yang ada di Bandung pada tahun 2005 menunjukkan:

· jumlah limbah rumah sakit yang dihasilkan di Bandung sebesar 3.493 ton per tahun,

· Komposisi limbah padat rumah sakit terdiri atas :

- 85% limbah domestik,

- 15% limbah medis terdiri atas: 11% limbah infeksius dan 4% limbah berbahaya.

· Limbah domestik yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 19%



Beberapa peraturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan Rumah Sakit antara lain diatur dalam :

- Permenkes 1204/Menkes/PerXI/2004, mengatur tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

- Kepmen KLH 58/1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

- PP18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan Beracun (B3)

- Kepdal 01- 05 tahun 1995 tentang pengelolaan limbah B3



Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun (LB3) sesuai dengan PP 18 thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah spesifik dengan kode limbah D 227. Dalam kode limbah D227 tersebut disebutkan bahwa limbah rumah sakit dan limbah klinis yang termasuk limbah B3 adalah limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa, peralatan laboratorium terkontaminasi, kemasan produk farmasi, limbah laboratorium, dan residu dari proses insinerasi.



Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi.


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

LINK TEMAN

  • darmian
  • mr darmianll
  • avan
  • mr avanll
  • Pengikut

     
    Copyright © perindustrian | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog